Lewat Parfum Cinta Emah-Effendi Bersemi, Tapi Berakhir Tragis Lantaran Mobil Kreditan

Petugas kepolisian mengevakuasi jasad korban pembantaian di Perumahan Taman Kota Permai 2, Blok B6 RT 05/RW 12 Kelurahan Priuk, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang pada Senin (12/2/2018).
TANGERANG - Dari sebuah parfum, cinta Emah dan Muchtar Effendi bersemi ketika keduanya mengikuti bazaar pasar malam di Tangerang.
Hanya setahun pernikahan, Effendi naik pitam, dan menghabisi Emah dan dua putrinya, Nova dan T di kamar depan, Senin (12/2/2018). 
Gegerlah warga Perumahan Taman Kota 2 Permai pada Senin sore karena pembunuh Emah dan dua putrinya di rumah korban Blok B 6, RT 05/RW 12, tak lain Effendi.
Kisah pertemuan Emah dan Effendi berlangsung saat membuka stan masing-masing di sebuah pasar malam. 
Emah berjualan pakaian dewasa dan seragam sekolah, sementara Effendi berdagang parfum dan gamis.
Emah, awalnya hanya ingin menanyakan harga parfum kepada Effendi, tapi malah berlanjut ke hubungan yang lebih serius.
"Setahu saya mereka bertemu saat menjadi peserta bazaar pasar malam," cerita Romly, pedagang Pasar Kebon Besar, Batu Ceper, Tangerang, Selasa (13/2/2018).
Cerita Romly diamini Kyla, pedagang yang kiosnya bersebelahan dengan kios Emah.
Para pedagang di kiri dan kanan kios Emah, tahu rekannya tersebut kerap memanggil Effendi sebagai Aki karena faktor usia.
Suasana di depan rumah satu keluarga tewas yang diduga menjadi korban pembunuhan di Perum Taman Kota Permai 2, Blok B6 RT 05 / RW 12 Kelurahan Priuk, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang, Senin (12/2/2018). (Wartakota/Andika Panduwinata)
"Dia emang, sebelum ketemu Aki sudah mulai sibuk ikut bazaar malam, Mas," kata Kyla kepada TribunJakarta.com.
Tak cukup mengandalkan pemasukan dari kios, Emah memanfaatkan pasar malam untuk menjual dagangannya.
Tak sampai sebulan sejak perkenalan malam itu, Effendi memutuskan menikahi Emah, ibu dua putri hasil hubungan dari suami pertama dan keduanya.
Emah merasa kehadiran Effendi bisa meringankan beban hidupnya yang selama ini ekonominya susah, terlebih ia menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah bercerai dari suami keduanya yang konon masuk penjara karena kasus narkotika, Emah membiayai hidup dan sekolah Nova dan T, lewat berjualan pakaian.
Menurut Kyla, temannya itu mau dinikahi karena Effendi mengiming-iminginya uang untuk menambah modal usaha.
"Saya datang ke nikahan siri mereka, Mas, ya secara agama sudah sah sih. Tidak ada sebulan mereka ketemu sudah nikah," celetuk Kyla.
Sampai menikah, Emah tak tahu status Effendi, duda atau masih memiliki istri.
Dijuluki Ayu Ting Ting
Di antara pedagang Pasar Kebon Besar, di usianya yang sudah 40 tahun Emah masih cantik lagi gaul, ceriwis dan periang.
Kesulitan ekonomi yang Emah rasakan tertutupi oleh pribadinya yang suka tertawa dan supel dengan siapa pun, termasuk warga di sekitar rumahnya.
Lantaran keseringan menghibur, para pedagang menjuluki Emah dengan penyanyi dangdut asal Depok, Ayu Ting Ting.
"Si Ayu Ting Ting mah tidak pernah kelihatan, lagi cekcok," ujar Kyla.
"Pokoknya kalau ada dia suasana dari bosan sampai ramai, Mas," tambah dia.
Sifat ceriwis dan gaul Emah menurun kepada putri bungsunya T.
Sebelum menikah, Emah sering terlihat mengajak T sehabis pulang sekolah mampir ke pasar.
T yang masih duduk di bangku sekolah dasar negeri di Kecamatan Periuk dikenal sebagai anak yang cerdas dan Emah sangat menyayanginya.
"T paling pintar ngomong mas, suka bantuin berdagang gorengan juga tuh dan laku keras," beber Kyla.
Mahar Dua Kios
Sewaktu menikahi Emah, Effendi menjanjikan akan menambah modal usaha dengan membelikan istrinya itu dua kios.
"Dua ruko itu mahar nikah Aki untuk Emah," kata Romly, pedagang yang kiosnya dekat milik Emah.
“Sejak menikah dengan Aki, dia membeli dua ruko berjejer di sebelah kios lamanya,” Kyla menimpali keterangan Romly.
Kios Emah di Pasar Kebon Besar di Batu Ceper, Tangerang, Banten, Selasa (13/2/2018) masih tutup. Emah dan dua putrinya tewas dibunuh suami ketiganya pada Senin (12/2/2018). TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA (TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA)
Di ketiga kiosnya, dagangan Emah tak hanya pakaian dewasa dan seragam sekolah, tapi juga gamis dan alat salat milik Effendi.
Total luas tiga kios Emah 27 meter persegi, tiga meter ukuran masing-masing kios.
"Semua ruko memiliki ukuran dan harga sewa yang sama," tutur Romly.
Harga sewa satu kios Rp 14 juta, sehingga Emah harus membayar Rp 42 juta untuk semua kiosnya per tahun.
Emah sudah jarang lagi mampir menengok kiosnya setelah menikah, begitu juga T tak pernah terlihat lagi lalu lalang di sana.
Selama ini Yanti-lah yang menunggui ketiga kios Emah.
Pada Senin sore ketika kematian Emah dan dua putrinya tersiar, Yanti segera menutup ketiga kios dan sampai Selasa belum juga berjualan.
Dicaci Pak RT
Setelah resmi menikah, Effendi menumpang dan tinggal di rumah Emah di Blok B6 RT 05/RW 12, Perumahan Taman Kota Permai 2, Periuk, Tangerang, Banten.
Hanya segelintir orang yang tahu pernikahan keduanya di awal 2017.
Kabar bahagia pernikahan keduanya ini membuat Alwanto kebakaran jenggot.
Alwanto jelas kecolongan karena ada warga hidup bersama suami sirinya, tanpa memberitahukan kepadanya sebagai Ketua RT 05.
"Saya bingung, ada seseorang yang bilang kalau ada warga yang baru menikah di RT saya," kenang Alwanto kepada TribunJakarta.com di rumahnya, Selasa (13/2/2018).
Sebenarnya, Emah sudah mengenalkan suami barunya itu tapi sebatas kepada tetangga di sekitar rumahnya, tidak langsung ke Alwanto.
Setelah mendapat laporan warga, saat itu juga Alwanto meminta Emah dan Effendi datang ke rumahnya.
"Pertama datang Emah, saya langsung izin sama dia mau maki-maki suami barunya," kata Alwanto.
Emah tak keberatan dengan permintaan Alwanto, tak lama Effendi datang menyusul.
"Kamu siapa? Berani sekali kamu menikahi warga saya tanpa izin terlebih dahulu," Alwanto geram dan marah kepada Effendi.
Sebagai orang baru di lingkungan istrinya, Effendi hanya terdiam dan meminta maaf karena tak mengabarkan dirinya sebagai suami Emah kepada Ketua RT.
Selesai menerima makian Alwanto, Effendi meminta izin untuk tinggal serumah bersama Emah.
"Kalau izin terlebih dahulu, tidak akan saya maki-maki kamu," Alwanto mengulangi perkataannya.
Di mata Alwanto, Effendi sosok yang bisa dibilang pintar, menguasai berbagai macam bahasa di antaranya Arab, Palembang dan Jawa.
"Orangnya juga lumayan pintar seingat saya," kata Alwanto.
Cekcok dini hari
Setahun pernikahan mereka berjalan, rumah tangga Emah dan Effendi kerap dibumbui pertengkaran, entah siang dan malam.
Tetangga sekitar rumah tak sekali dua mendengar suara gaduh dari dalam rumah Emah, seperti orang sedang berantem.
Puncaknya, pada Senin (11/2/2018) pukul 01.00 WIB sampai pukul 03.00 WIB, pertengkaran Emah dan Effendi ditingkahi suara piring pecah.
Warga masih berkerumun di depan rumah Ema dan Efendi di Blok B 6, RT 05/RW 12, Kelurahan Priuk, Kota Tangerang, Banten, Senin (12/2/2018). TRIBUNJAKARTA.COM/DWI PUTRA KESUMA (TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma)
Dini hari itu, Rohayati yang sedang menemani suaminya makan usai pulang kerja, mendengar suara gaduh dari rumah Emah.
Keduanya tak terusik dan menahan diri untuk mengingatkan mereka agar diam dan tak mengganggu tetangga yang sedang tidur.
Pernah satu kali cekcok, suami Rohayati mendatangi rumah Emah tapi Effendi yang keluar dan memastikan tidak terjadi apa-apa.
"Saya enggak berani mencari tahu karena itu urusan rumah tangga orang lain," cerita Rohayati kepada TribunJakarta.com.
Rohayati mengingat jelas malam itu Emah mengucapkan, "Astagfirullah alazim, ya Allah."
Sampai pukul 04.00 WIB, suara gaduh dari rumah Emah mulai menghilang, Rohayati pun memutuskan tidur.
"Karena sudah mulai tenang, saya langsung tidur lagi," ujar Rohayati.
Waktu terus berjalan, sampai Senin sore tetangga tak melihat Emah beraktivitas, sementara kendaraannya masih terparkir di garasi rumah.
Yati, tetangga lainnya, pada dini hari sempat mendengar suara orang sedang berantem dari rumah Emah.
"Kedengeran ada suara minta tolong sekitar jam tigaan," ujar Yati.
Sekira pukul 15.00 WIB, Yati berniat menanyakan uang arisan dengan mendatangi rumah Emah tapi tak terkunci dan tampak sepi.
"Saya bingung, Bu Emah tidak terlihat, padahal semua kendaraannya ada di rumah dan pagarnya pun terbuka," ucap Yati.
"Saya langsung lapor kepada ketua RT, saya enggak berani masuk," Yati menambahkan.
Tetangga lainnya, Marti, curiga yang juga mendengar keluarga ini cekcok tengah malam. Ia mencoba mengetuk rumah Emah tapi tak satu pun penghuni meresponnya.
"Saya curiga ada apa-apa, soalnya motornya ada," ujar Marti di lokasi.
Bergegas Marti memanggil Ketua RT setempat untuk mengecek ke dalam rumah.
"Saat diperiksa ke dalam, pada kaget banyak darah. Semuanya meninggal, kecuali ayahnya masih hidup dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Sari Asih," ucap Marti.
"Posisi saat ditemukan mereka berpelukan," imbuh dia.
Emah dan kedua anaknya, Nova dan T, ditemukan tewas berada di kamar depan, sedangkan Effendi bersimbah darah di kamar belakang.
"Wajah korban tertutup bantal dan selimut," kata Marti.
Mobil kredit
Sedikit demi sedikit terkuat musabab pasangan Emah dan Effendi bertengkar besar dalam tiga hari terakhir ini. Effendi naik pitam dipicu sikap Emah yang diam-diam mengkredit mobil tanpa berbicara kepadanya.
“Jadi dia kesal, karena istrinya nyicil mobil tanpa bicara dengan pelaku,” terang Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Harry Kurniawan.
Lantaran mobil kredit tersebut, selama tiga hari Effendi dan Emah selalu ribut sampai akhirnya terjadilah pembunuhan. Berdasar hasil autopsi petugas medis, imbuh Harry, ketiga korban tewas karena senjata tajam yang melukai leher dan perut.
Tak sampai 24 jam setelah korban ditemukan, polisi menetapkan Effendi sebagai tersangka dalam kasus ini pada Selasa sore. Setelah menghabisi Emah, Nova dan T, Effendi mencoba bunuh diri tapi tak sampai mati.
Pisau yang Effendi gunakan untuk membunuh istri dan kedua putri tirinya, polisi temukan di sebuah lemari baju di kamar belakang.
"Tersangka mengakui senjata yang dia gunakan untuk melakukan aksinya disembunyikan di lemari bajunya," imbuh Harry.
Penyidik menjerat Efendi pasal 338 yang berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah telah melakukan “pembunuhan” dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun,” dan Pasal 340 KUHP.
Pasal 340 KUHP berbunyi, "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Kabar terbaru, Effendi belum bisa dijenguk keluarga dan sementara masih menjalani perawatan di ruang inap tahanan Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Tewasanya Emah, Nova dan T, sampai ke telinga Alwanto, bekas Ketua RT 05 yang sempat memaki Effendi di awal-awal ia tinggal serumah dengan Emah.
Alwanto tidak percaya dan penasaran ingin bertemu Effendi yang tega membunuh Emah, Nova dan T.
"Kaget saya. Kok tega ya bisa membunuh keluarganya sendiri, rasanya mau saya maki-maki lagi," Alwanto kembali geram.
Artikel Asli

Previous
Next Post »