Potret Putri Dinasti Qajar Persia Zaman Dulu: Belum Disebut Cantik Bila Tak Berkumis

Putri dari dinasti Qajar Persia
Standar kecantikan seorang perempuan, selalu bergeser.
Bila sekarang, perempuan dirasa cantik bila ia berbadan langsing, kulit putih, dan rambut panjang.
Sementara dulu, perempuan berkumis dan subur, disebut cantik.
Seperti halnya Esmat al-Dowleh, putri dari dinasti Qajar Persia.
Dalam sejarah Persia, seperti yang terlihat pada sosok Esmat, kumis pernah dianggap indah untuk wanita.
Dr Afsaneh Najmabadi, profesor dari Harvard University menegaskan fakta itu.
Dilansir dari abitofhistoryblog.wordpress.com, banyak sumber berbahasa Persia, serta foto-foto, dari abad ke-19 menunjukkan rata-rata wanita Qajar menumbuhkan kumis mereka sebagai tanda kecantikan.
Konsep kecantikan ini mencapai puncaknya pada abad ke-19.
Esmat al-Dowleh (abitofhistoryblog.wordpress.com,)
Standar seperti itu sebagai produk dari kebudayaan tentu tak membuat Esmat menjadi pengecualian.
Bahkan dalam buku Women with Mustaches and Men without Beards: Gender and Sexual Anxieties of Iranian Modernity ada anekdot tentang pertemuan seorang wanita Belgia dengan Esmat di istana Persia pada 1877.
Dikatakan, wanita Belgia bernama Serena tersebut tertangkap mata mengamat-amati kumis lembut Esmat yang membuatnya terlihat gagah.
Sebagai anak perempuan kedua dari Nasar al-Din Shah Qajar, Esmat dipercaya oleh ayahnya dan diberi tanggung jawab sebagai tuan rumah bagi tamu wanita asing ke istana.
Esmat juga belajar bermain piano dan menjadi fotografer dengan studio pribadi di rumahnya.
undefined
Sejarawan seni Dr Staci Gem Scheiwiller berpendapat, wanita-wanita dinasti ini memiliki kesadaran revolusioner tentang kemajuan wanita.
Esmat al-Dowleh 
Bahkan, saudara tiri Esmat, Taj al-Saltaneh adalah seorang feminis dan seorang nasionalis yang mendukung revolusi budaya dan konstitusional di Persia.
Taj bahkan mengartikulasikan beberapa argumen paling mengesankan yang diajukan untuk para wanita.
Dia mengungkapkan, wanita harus diikut sertakan dalam pendidikan dan mengambil bagian untuk memajukan bangsa.
Taj al-Saltaneh, feminis dan anggota The Society of Women’s Freedom (abitofhistoryblog.wordpress.com,)
Taj juga satu pendorong Revolusi Konstitusional (1905-1907) melawan saudara laki-lakinya sendiri yang hidup mewah dari pinjaman Rusia dan Inggris.
Dia memperjuangkan sistem konstisusional dan menentang kekuasaan absolut kerja serta intervensi asing di Persia.
Esmat bersama anak dan ibunya (abitofhistoryblog.wordpress.com,)
Pada waktu itu, kehormatan Esmat dan Taj sendiri tidak dinilai dari penampilannya.
Prestasi mereka bukanlah hasil dari mengikuti standar budaya kecantikan saat itu.
Mereka adalah wanita yang ceritanya layak diabadikan dengan penuh hormat dan makna.
Esmat al-Muluk, cucu raja Nasir Shah Qajar bersama suaminya (abitofhistoryblog.wordpress.com)
Sementara di internet banyak beredar kisah mengenai Esmat dan standar kecantikan yang anakronik dan cenderung mendistorsi kisah aslinya.
Artikel Asli
Previous
Next Post »